Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Doa Bapa Kami yg Menyentuh

Doa ini sangat menyentuh bagi setiap pribadi yang dapat merasakannya dengan hati, jiwa, dan akal budinya. Hal ini sungguh saya rasakan dan terheran ketika melihat orang lain yang mencoba membacanya dan meneteskan air matanya. Yaitu seseorang yang pertamakali membaca dan mengucapkan Doa Bapa Kami di dalam Injil Matius 6:9-13. Seorang perempuan, yang ingin mengenal Tuhan lebih dekat.

Bermula dari laporan nikah warga gereja tempat saya melayani, dia adalah calon warga yang sebelumnya belum mengenal yang namanya kekristenan. Perlu pembaca ketahui bahwa saya ini baru pertamakali melayani sebagai pendeta jemaat karena masa tugas saya masih 1 tahun sebagai pendeta GKJW waktu itu.

Katekisasi calon warga yang saya lakukan ini bukanlah pertamakali, namun sudah kesekian kali. Sejak masa Vikaris yang saya jalani selama 2 tahun itu, tentu saja saya pernah melakukan katekisasi calon warga. Tetapi, baru kali inilah saya menjumpai suatu hal pengalaman memberi katekisasi seseorang yang menurut saya sangat bebeda dari pengalaman sebelumnya.

Seperti biasa ketika saya mengatekisasi tentunya ada poin-poin yang harus saya sampaikan dalam beberapa kali pertemuan yang sudah disesuaikan dan durasi pertemuannya pun itu tidak kurang dari 60 menit. Sungguh waktu yang sangat singkat untuk belajar mengenal Tuhan, apalagi baru pertama kali mengenal Tuhan. Namun itulah fakta dalam pelayanan katekisasi untuk calon warga bahkan disetiap pelayanan lainnya.

Seorang pribadi yang saya katekisasi itu pada hari senin 7 Agustus 2017 kira-kira, pukul 20.45 ketika membaca Matius 6:9-13 dia meneteskan air mata. Saya bertanya kepadanya, “Apa yang anda rasakan ketika membaca Doa Bapa kami sehingga anda meneteskan air mata”? dia menjawab sambil mengusap air mata “Menyentuh”. Hanya satu kata yang ia katakana yang membuat saya terheran sambil memandangnya tetapi itulah yang ia katakan. Sebab saya sempat bergetar ketika ia membacakan Matius 6:9-13 itu, baru kemudian ia sempat meneteskan air mata yang tak bisa ia bendung.

Tulisan ini adalah momen yang saya abadikan melalui tulisan huruf mati, namun saya berharap bahwa tulisan ini dapat menjadi hidup ketika saya menulis ini dengan segenap hati, jiwa, dan akal budi saya.